Kamis, 20 Januari 2011

Semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.

semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.
semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.
semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.
semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.
semakin banyak yang ada di otak semakin gaada yang bisa ditulis.

*akhirnya bisa nulis sesuatu juga.

Selasa, 18 Januari 2011

kasak kusuk malam hari saja

saya belum tahu, maka saya bertanya.
saya belum pandai, maka saya belajar.
saya belum mahir, maka saya berlatih.
saya belum punya, maka saya mencari.

Minggu, 21 November 2010

Habis kata

hari ini seolah Yang Maha Kuasa sedang berusaha berbicara empat mata pada saya.
Tentang banyak hal.

Seakan Dia sedang berusaha memberi tahu saya bahwa pertolongan itu ada. Keberuntungan itu ada. Doa itu bukan sekedar rentetan kata asing yang dibaca layaknya mantera, tapi benar-benar nyata. Bahwa mukjizat itu ada. Bahwa Dia Maha Melihat dan Maha Mengerti (bikin sendiri bahasanya) hamba-hambaNya. Dia bukan sosok agung yang diagung-agungkan tanpa sebuah keberadaan yang nyata. Keberadaan-Nya sungguh tidak terbantahkan.
Allahu Akbar!

Minggu, 17 Oktober 2010

Sebuah kejutan kecil bermakna maha besar

dibiarkan terlantar nunggu sejam lebih pada sabtu pagi yang amat sangat cerah sekali.
eh ga terlantar teuing juga deng, ngobrol berdua sama athun di gerbang piket sampai sekering kerupuk nungguin neng lety nyampe. itu anak setengah jam yang lalu ngesms katanya lagi di jalan jakarta, tapi sampe sejam lebih kemudian entah kenapa ga muncul-muncul. random abis, acara keliling museum terancam batal. ngek.

Nah! akhirnya neng lety muncul tapi cuma dadah-dadah dari kejauhan lalu menghilang kembali sampai sepuluh menit kemudian dan bersama yang lainnya membawa sebuah kue rasa green tea berlumur coklat nyam plus keprok-keprok. lalu neng nila menyerahkan sebuah bungkusan cuantik dari kertas crap warna biru yang ternyata dalamnya adalah sebuah scrapbook ucapan selamat nanana dari teman-teman. Pitanya, bungkusnya, kawatnya warna biru semua. begitu lovable.

belum beres, neng lety memberi sebuah gelang berwarna kuning moncerang yang ternyata adalah gelang kembar bersama L4. Kuning adalah warna yang dipilih dengan suatu alasan yang membuat saya mati gaya.

Scrapbook. Kue. Gelang.

Lebih dari itu, waktu, niat dan perhatian dan doa.

Makasih temanteman sayaangs, sayang kalian selama-lamanya.

Hari Yang Tercukupi

Hari kemarin aku dibilang ulang tahun.

Selamat ulang tahun.
Wilujeng tepang taun.
Zum geburtstag.
Happy birthday.
Selamat milad.
Otanjoubi Omedettou.

Usia bertambah, umur tidak.
Dapat KTP. Ada wacana nyoblos kalo Pemilu.

Subuh jam setengah satu aku sengaja bangun dengan terhuyung. Alarm telepon genggam diatur semenjak tadi malam sebelum mata terpejam. Dengan gagap aku ingin menjumpai Allah dalam gelap walau jika ingin jujur sungguh badan berontak tak kuat, mata bilang sudah lima watt. Tapi setidaknya pada awal hari pengulangan kesekianbelas kalinya dimana aku akhirnya terlahir ke dunia dengan susah payah, aku ingin bicara banyak pada-Nya. Disaat langit sejuk, udara hening, ingin bercerita banyak pada-Nya tentang banyak sekali hal. Aku bukan seorang ahli tirakat dan solat malam yang bisa bercerita tentang nikmatnya kekhusukan solat-solat yang kudirikan. Sungguh solatku tak khusuk. Jauh dari khusuk. Tubuh ini bersujud tapi pikiran bertamasya kemana-mana. Kepada banyak sekali hal. Aku solat dengan memikirkan banyak hal. Memang aku hamba kurang ajar. Beribadah bukannya memuja Tuhan malah bercerita pada-Nya. Jika Allah bisa bertelepati, maka bisa dipastikan waktu itu aku sedang bertelepati denganNya. Pikiran yang tidak bisa dikendalikan ini aku kira sampai pada-Nya. Aku yakin Dia mendengarku. Kemudian aku merasa bahagia.

Aku habiskan waktu yang panjang untuk merenung. Bayangkan saja sehabis solat bukan berdoa malah merenung. Hamba macam apa aku ini. Bukan renungan galau, hanya renungan penyadaran diri. Bahwa aku terlahir diatas banyak pengorbanan dan sebuah pengorbanan maha besar yang aku sendiri tak yakin kelak dapat melakukan yang serupa. Bahwa aku tumbuh besar diatas banyak pengorbanan juga. Bahwa aku bisa mengecap bangku sekolah adalah diatas banyak pengorbanan juga. Pengorbanan yang datangnya bukan dari tempat seharusnya.

Aku hidup diatas banyak pengorbanan.
sekianbelas tahun membuat banyak orang berkorban demi aku. demi masa depanku.
sekianbelas tahun menyusahkan banyak orang yang tak seharusnya kubuat kesusahan.
sekianbelas tahun aku hidup sebagai beban. beban finansial, beban moral.

Di setiap napas
di setiap langkah
aku merasa berhutang akan banyak hal
pada semua.

pada keluarga tersayang yang telah begitu tulus.
pada Allah.
pada banyak hal.
aku merasa berhutang