Minggu, 08 November 2009

Aku Suka Hujan

Heran saja, jika melihat wanita-wanita paruh baya yang duduk se-angkutan kota acapkali mengeluh tentang turunnya bulir-bulir basah itu dengan sekonyong-konyong di hari yang demikian cerah.

Atau tak habis pikir aku, bila teringat akan janji-janji yang terbatalkan atau terpaksa diundur dengan sekenanya ketika,
hujan.

Juga gelengan bila aku jadi sasaran omelan ibu atau kakak sulungku yang tak terbantahkan tentang aku yang bandel sekali basah-basahan dalam perjalanan pulang dari sekolah ketika,
hujan.

juga keluhan dari para PRT apabila buah jerih payah mereka mencuci-bilas separuh-harian diluluhlantahkan dalam sekejap mata saja oleh,
hujan.

Memangnya kenapa,
jika hujan?

Hujan itu air.
Air itu berkah.
Hujan itu berkah.

Sesekali tetes-tetes basah itu mengenai kulit, mungkin itu tak jadi masalah.
Air kan bukan api, yang jika mengenai kulit akan meninggalkan lepuh.
Air kan bukan batu kerikil, yang jika mengenai kulit akan membuahkan lebam.

Ini cuma tentang keengganan kita untuk terlihat tidak sempurna dengan pakaian yang kuyup, atau make-up yang terhapus begitu saja.
Cuma tentang kelelahan kita bila harus menyaksikan hasil jongkok-berdiri saat mencuci tak diapresiasi oleh alam dengan guyuran hujan.
Cuma tentang otak irit saya yang bekerja tidak pada waktunya,bila menyadari mau tak mau harus merelakan tiga ribu rupiah untuk ongkos becak hingga sampai didepan pagar rumah.

payung diciptakan karena ada hujan, agar orang-orang tetap bisa bepergian keluar rumah tepat waktu bila hujan.
obat penurun panas pun ada karena hujan. hujan menjadikan produk-produk obat sperti Bodrex, Sanaflu, bahkan Oskadon sekalipun laku di negara tropis seperti Indonesia, karna banyak orang yang jatuh sakit karena,
hujan.
produk deterjen yang menawarkan keajaiban macam 'oxxy clean' menjadi berfungsi karna hujan, yang dapat menjaga keharuman pakaian walau belum kering sempurna bila,
hujan.
benar kan, hujan itu berkah?

Hujan itu bau tanah.
Bau tanah itu menyenangkan.
Mengingatkan saya bahwa setidaknya, bumi masih punya satu kewajaran: ada tanahnya.

Hujan itu genangan.
genangan yang membuat jalan didepan jendela rumah saya sepintas nampak seperti satuan air yang dalam.
Seperti sungai.
Atau lautan.

Hujan itu sentuhan.
Sentuhan yang ampuh membuat saya berhasil menulis rentetan kata menjadi sebuah karya dalam waktu singkat.

Tiba-tiba saja saya tersentak takjub, ketika menyadari bahwasannya Tuhan begitu cerdas karena bisa menjangkau ide yang semenarik dan senatural seperti,
hujan. ups.

dan akhirnya disinilah saya, tersenyum saat mulai mengerti bahwa saya,
suka hujan.

Minggu, 01 November 2009

hmm, a bit digusting.

Ini cintanya orang koleris.


Ini cintanya para penikmat kopi.


Ini cintanya ahli matematika.


Ini cintanya para musisi.


Ini cintanya anak pantai.


Ini cintanya semua orang yang berjiwa patriotik.


Ini cintanya orang-orang religius.


Ini cintanya pesenam.


Ini cintanya orang melankolis.


Ini cintanya orang sanguinis.


Ini cintanya orang plegmatis.




Ini cintanya saya.






Dan kau punya telinga, tapi tak mendengar.

Kan sudah kubilang, jangan lukai dirimu sendiri.
Masa bodoh apa sebabnya.
Kamu bilang karna sedih. Kamu bilang karna lara. Kamu bilang karna duka.

Ah, masa hal picisan seperti itu yang akhirnya menumbangkan kamu yang sebesar buta.

Kan sudah kubilang, jangan sering-sering begadang.
Telah lama kamu bermusuhan dengan tidur, dengan dengkur.

Muda-mudi seusia kita ini janggal bila tak tidur.
Kau tak perlu pergi pagi-pulang petang untuk mendapat sejumlah uang untuk biaya sekolahmu.
Tak perlu sibuk-mabuk memasak hidangan apa yang akan masuk ke rongga perut seluruh keluarga yang tinggal serumah denganmu.
Tak perlu rajin menyisihkan sebagian besar uangmu untuk kaubayarkan melunasi hutang pada bank, yang kaugunakan untuk menutupi nominal mengejutkan DSP sekolahmu.
Tak perlu berlagak kelimpungan mengetik sekian banyak tulisan mengenai skripsimu, atau tentang setumpuk tebal buku referensi yang harus kaubaca berkenaan dengan janji UTS besok dari dosenmu.
Kau masih SMA. You're still an eleventh grader. Sosial pula.
Apa gerangan yang ada dibenakmu hingga kamu begitu keliru?

Kan sudah kubilang, jangan sekali-kali lagi menginjakkan kakimu ke tempat nista seperti itu.
Alasanmu masih serupa, itu-itu lagi. dan kusimpulkan kreatifitasmu mati.
Kamu bilang karena itu nyaman. Karena itu menyenangkan. Karena disanalah kamu menemukan teman.
Jika kamu ingin menari di malam hari, pulanglah saja ke rumah. Nyalakan cd musik kesukaanmu, dan menarilah. Menarilah sebrutal yang kau mau. Setidaknya kamu berada di rumah. Tempatmu yang seharusnya.
Atau di tempat karaoke?
Boleh saja. Itu masih jauh lebih baik. Mestinya jika pintar kamu tahu.
Oh iya. Aku lupa. Di rumahmu ataupun di tempat karaoke tak ada lampu gemerlap yang bentuknya seperti bola itu. Aku punya dirumah. Kau bisa pinjam.

esok-esok kamu masih lagi datang kepadaku dengan keluhan yang tak ubahnya.
Jangan marah bila aku diam saja atau pergi.
Aku sendiri bingung apa lagi solusi yang harus aku beri.
Aku kan bukan si bijak.

Kamu datang padaku untuk berkeluh.
dan segalanya menjadi lain bila kamu sudah bergabung lagi dengan komunitasmu yang baru.

jadi sekarang terserah padamu, wahai pemuda yang sedang cemarut.

kau punya telinga, tapi tak mendengar.
kau punya hati, tapi tak sadar.

tak pernah sadar kan kamu, bahwa untungnya ada yang lebih peduli padamu ketimbang dirimu sendiri?

Cepat-cepat bersyukurlah pada Tuhan.