Kamis, 19 Maret 2009

Biar

Dunia, kanan kiri, teman pada ceria.
Dunia, depan belakang, rekan pada jenaka.
Dunia, atas bawah,
cacing didalam tanah maupin kupu-lupu diangkasa pada bersukacita.

Aku yang berada di muara akan kesemuanya yang nelangsa bukannya.
Aku, yang miris sendirian mengelu-elukan kekonyolan diri sendiri yang sempurna.
Oh tidak.

Maka sesegera mungkin resep rasa itu diramu lagi, menjadikan karya kuliner yang memikat hati ternyata
satu persatu langkah itu adalah pasti, menuju ke wahana serasah keji,
amukan diri, amukan ini kumat lagi.

Hah, ayolah,
hei, memangnya apa cahayanya? dimana? dan dari siapa?
Tak tahulah aku, malah tak mau tahu.
Bodoh, masa bodoh semuanya.
Mau pelit hati rupanya aku kini
Hei, parah toh?

Andaikata, ditengah kota ini ada lembah,
maka berteriaklah aku disana, sumpah.

serapah-serapah itu mungkin bisa lumrah jika dideretkan satu-satu disana.
ya, lumrah. amat lumrah.

andai saja, ditengah kota ini ada lembah,
maka berteriaklah aku disana, sumpah.

keluhan-keluhan tak teranulir itu mungkin bisa tertumpahkan walau belum nampak penyelesaiannya.
tapi kelegaan tiada tara sungguh berharga.

hei, begini-begini ternyata jiwa ini ingin sesekali meronta jua.
meronta pada alam,
pada tanah bebatuan semut jangkrik kupu-kupu kucing anjing lebah langit awancerah awanmendung anginsepoi anginbadai pohonpinus pohoncemara pohonmangga...

andai saja, ditengah kota ini ada lembah,
maka berteriaklah aku disana:

"TIADAA, YANG ITU TIADAA!

MUSNAH ITUU, BUAL SEMUAA!

MANA BISANYAA? MANAA?

APAA AKU BISAA? TAAKK. TAAK BISAA.

SULIT NIIAAAANNN INII,

SULITT SUMPAAH, TAAK BOHONG, TIDAAKK..

BUAT MACAM RONTA SAJA SEMUAA.

AKU BERUSAHAAA"


napasku habis, boleh jadi.

dan ketika hirupan lega itu habis sudah, maka bulir-bulir itu keluar lagi dari haribaannya,
ah, astaga. Musnahlah kalian wahai bulir-bulir iba! musnah! musnah!

hhh..
hhh..

dan, ketika tubuh ini bersideku,

biarlah angin saja yang membelaiku biar.
biarlah hujan saja yang menyadarkanku biar.
biarlah embun saja yang memelukku biar.
biarlah bumi saja yang menopangku biar.
biarlah langit saja yang meneduhkanku biar.
biar Tuhan saja yang menuntunku biar..

biarkan aku tertidur, biar.

memejamkan mata sejenak dari keterlampaucepatan ini biar,

mengistirahatkan hati dari kegelisahan ini biar,

izinkan aku berhenti sejenak,
agar kelak saat terbangun,
aku takkan jadi lupa bagaimana caranya untuk bernapas teratur,
untuk berjalan tegak, untuk menatap lurus,

atau untuk tetap berpikir wajar.

biarkan Tuhan menimangku, biar..

Tidak ada komentar: